SEJARAH PERHIMPUNAN AL-IRSYAD
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagian besar masyarakat modern memandang
lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial.
pendidikan sangat diperlukan untuk kemajuan sosial dan pembangunan bangsa,
mempertahankan nilai-nilai tradisional yang berupa nilai-nilai luhur yang harus
dilestarikan seperti rasa hormat kepada orang tua, kepada pemimpin kewajiban
untuk mematuhi hukum-hukum dan norma-norma yang berlaku, jiwa patriotisme dan
sebagainya. Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi,
sosial dan pertahanan keamanan.
Pelaksanaan bentuk pendidikan adalah lembaga pemerintah,
lembaga keluarga, lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan lain. Lembaga
keluarga menyelenggarakan pendidikan informal, lembaga pemerintah, lembaga
keagamaan, lembaga pendidikan yang lain menyelenggarakan pendidikan formal
maupun pendidikan nonformal.
Proses pendidikan dari tiga bentuk pendidikan itu dipengaruhi
oleh sistem politik dan ekonomi. (Muhammad Dimyati, 1988 p, 163). Dengan adanya
bermacam-macam jenis politik dan bermacam-macam kondisi ekonomi maka arah
proses pendidikan akan bermacam-macam untuk masing-masing bentuk pendidikan
yang diselenggarakan oleh keluarga, pemerintah, lembaga keagamaan dan
lembaga-lembaga non-agama.
Perhimpunan Al-Irsyad mempunyai sifat
khusus, yaitu Perhimpunan yang berakidah Islamiyyah dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat, di bidang pendidikan, pengajaran, serta social dan dakwah
bertingkat nasional. Perhimpunan ini adalah perhimpunan mandiri yang sama
sekali tidak mempunyai kaitan dengan organisasi politik apapun juga, serta
tidak mengurusi masalah-masalah politik praktis
B.
Perumusan
Masalah
1. Apa itu Al-Islah
wal Irsyad al-Islamiyyah?
2. Bagaimana Perkembangan Al-Islah wal
Irsyad al-Islamiyyah?
3. Bagaimana
Peranan Al-Islah
wal Irsyad al-Islamiyyah?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
menambah wawasan tentang Lembaga Pendidikan Al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah.
2. Untuk menambah wawasan tentang
peranan dan kontribusi Al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah Bagi Pendidikan di
Indonesia.
3. Untuk dijadikan sebagai bahan
diskusi di kelas.
D. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan: Latar Belakang,
Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan;
Bab II Pembahasan: Berdirinya
Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Perkembangan Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Peranan
Al-Irsyad Al-Islamiyyah bagi Pendidikan Islam dan Bangsa, dan Kemunduran
Al-Irsyad Al-Islamiyyah;
Bab III Penutup: Kesimpulan dan saran.
BAB II
AL-ISLAH WAL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
A. Berdirinya Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam’iyat al-Islah wal
Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H).
Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang
pertama, di Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah
Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.
Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-’Alamah Syeikh
Ahmad Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan.
Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan
Jami’at Khair -yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang
Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905. Nama lengkapnya
adalah Syeikh Ahmad Bin Muhammad Assurkaty Al-Anshary.
Al-Irsyad adalah organisasi Islam nasional. Syarat
keanggotaannya, seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: “Warga
negara Republik Indonesia yang beragama Islam yang sudah dewasa.” Jadi tidak
benar anggapan bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi warga keturunan Arab.
Perhimpunan Al-Irsyad mempunyai sifat khusus, yaitu
Perhimpunan yang berakidah Islamiyyah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, di bidang pendidikan, pengajaran, serta social dan dakwah
bertingkat nasional.
Perhimpunan ini adalah perhimpunan mandiri yang sama sekali
tidak mempunyai kaitan dengan organisasi politik apapun juga, serta tidak
mengurusi masalah-masalah politik praktis.
Syekh Ahmad Surkati tiba di Indonesia bersama dua kawannya:
Syeikh Muhammad Tayyib al-Maghribi dan Syeikh Muhammad bin Abdulhamid
al-Sudani. Di negeri barunya ini, Syeikh Ahmad menyebarkan ide-ide baru dalam
lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Syeikh Ahmad Surkati diangkat sebagai
Penilik sekolah-sekolah yang dibuka Jami’at Khair di Jakarta dan Bogor.
Berkat kepemimpinan dan bimbingan Syekh Ahmad Surkati, dalam
waktu satu tahun, sekolah-sekolah itu maju pesat. Namun Syekh Ahmad Surkati
hanya bertahan tiga tahun di Jami’at Khair karena perbedaan paham yang cukup
prinsipil dengan para penguasa Jami’at Khair, yang umumnya keturunan Arab
sayyid (alawiyin).
Sekalipun Jami’at Khair tergolong organisasi yang memiliki
cara dan fasilitas moderen, namun pandangan keagamaannya, khususnya yang
menyangkut persamaan derajat, belum terserap baik. Ini nampak setelah para
pemuka Jami’at Khair dengan kerasnya menentang fatwa Syekh Ahmad tentang kafaah
(persamaan derajat).
Karena tak disukai lagi, Syekh Ahmad memutuskan mundur dari
Jami’at Khair, pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Dan di hari itu juga
Syekh Ahmad bersama beberapa sahabatnya mendirikan Madrasah Al-Irsyad
Al-Islamiyyah, serta organisasi untuk menaunginya: Jam’iyat al-Islah wal-Irsyad
al-Arabiyah (kemudian berganti nama menjadi Jam’iyat al-Islah wal-Irsyad
al-Islamiyyah).
B. Perkembangan Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Setelah tiga tahun berdiri, Perhimpunan Al-Irsyad mulai
membuka sekolah dan cabang-cabang organisasi di banyak kota di Pulau Jawa.
Setiap cabang ditandai dengan berdirinya sekolah (madrasah). Cabang pertama di
Tegal (Jawa Tengah) pada 1917, dimana madrasahnya dipimpin oleh murid Syekh
Ahmad Surkati angkatan pertama, yaitu Abdullah bin Salim al-Attas. Kemudian
diikuti dengan cabang-cabang Pekalongan, Cirebon, Bumiayu, Surabaya, dan kota-kota
lainnya.
Al-Irsyad di masa-masa awal kelahirannya dikenal sebagai
kelompok pembaharu Islam di Nusantara, bersama Muhammadiyah dan Persatuan Islam
(Persis). Tiga tokoh utama organisasi ini: Ahmad Surkati, Ahmad Dahlan, dan
Ahmad Hassan (A. Hassan), sering disebut sebagai “Trio Pembaharu Islam
Indonesia.” Mereka bertiga juga berkawan akrab. Malah menurut A. Hassan,
sebetulnya dirinya dan Ahmad Dahlan adalah murid Syekh Ahmad Surkati, meski tak
terikat jadwal pelajaran resmi.
Namun demikian, menurut sejarawan Belanda G.F. Pijper, yang
benar-benar merupakan gerakan pembaharuan dalam pemikiran dan ada persamaannya
dengan gerakan reformisme di Mesir adalah Gerakan Pembaharuan Al-Irsyad. Sedang
Muhammadiyah, kata Pijper, sebetulnya timbul sebagai reaksi terhadap politik
pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu yang berusaha untuk menasranikan orang
Indonesia.
Muhammadiyah lebih banyak peranannya pada pembangunan
lembaga-lembaga pendidikan. Sedang Al-Irsyad, begitu lahir seketika terlibat
dengan berbagai masalah diniyah. Ofensif Al-Irsyad kemudian telah
menempatkannya sebagai pendobrak, hingga pembinaan organisasi agak tersendat.
Al-Irsyad juga terlibat dalam permasalahan di kalangan keturunan Arab, hingga
sampai dewasa ini ada salah paham bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi para
keturunan Arab.
Al-Irsyad juga berperan penting sebagai pemrakarsa Muktamar
Islam I di Cirebon pada 1922, bersama Syarekat Islam dan Muhammadiyah. Sejak
itu pula, Syekh Ahmad Surkati bersahabat dekat dengan H. Agus Salim dan H.O.S. Tjokroaminoto.
Al-Irsyad juga aktif dalam pembentuan MIAI (Majlis Islam ‘A’laa Indonesia) di
zaman pendudukan Jepang, Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) dan lain-lain,
sampai juga pada Masyumi, Badan Kontak Organisasi Islam (BKOI) dan Amal
Muslimin.
Di tengah-tengah suasana Muktamar Islam di Cirebon, diadakan
perdebatan antara Al-Irsyad dan Syarekat Islam Merah, dengan tema: “Dengan apa
Indonesia ini bisa merdeka. Dengan Islamisme kah atau Komunisme?” Al-Irsyad
diwakili oleh Syekh Ahmad Surkati, Umar Sulaiman Naji dan Abdullah Badjerei,
sedang SI Merah diwakili Semaun, Hasan, dan Sanusi.
Selaku penganut paham Pan Islam, tentu Syekh Ahmad Surkati
bertahan dengan Islamisme. Semaun berpendirian, hanya dengan komunisme lah
Indonesia bisa merdeka. Dua jam perdebatan berlangsung, tidak ditemukan titik
temu. Namun Syekh Ahmad Surkati ternyata menghargai positif pendirian Semaun.
“Saya suka sekali orang ini, karena keyakinannya yang kokoh dan jujur bahwa
hanya dengan komunisme lah tanah airnya dapat dimerdekakan!”
Peristiwa ini sekaligus membuktikan bahwa para pemimpin
Al-Irsyad pada tahun 1922 sudah berbicara masalah kemerdekaan Indonesia!
Seperti yang diajarkan Muhammad Abduh di Mesir, Al-Irsyad
mementingkan pelajaran Bahasa Arab sebagai alat utama untuk memahami Islam dri
sumber-sumber pokoknya. Dalam sekolah-sekolah Al-Irsyad dikembangkan jalan
pikiran anak-anak didik dengan menekankan pengertian dan daya kritik. Tekanan
pendidikan diletakkan pada tauhid, fikih, dan sejarah.
Sejak didirikannya, Al-Irsyad Al-Islamiyyah bertujuan
memurnikan tauhid, ibadah dan amaliyah Islam. Bergerak di bidang pendidikan dan
dakwah. Untuk merealisir tujuan ini, Al-Irsyad sudah mendirikan ratusan sekolah
formal dan lembaga pendidikan non-formal di seluruh Indonesia. Dan dalam perkembangannya
kemudian, kegiatan Al-Irsyad juga merambah bidang kesehatan, dengan mendirikan
beberapa rumah sakit. Yang terbesar saat ini adalah RSU Al-Irsyad di Surabaya
dan RS Siti Khadijah di Pekalongan.
C. Peranan Al-Irsyad Al-Islamiyyah bagi
Pendidikan Islam dan Bangsa
Tercatat banyak lulusan Al-Irsyad, baik dari kalangan
keturunan Arab maupun non-Arab yang telah memainkan peran penting di berbagai
bidang. Lulusan pribumi yang turut berperan penting dalam modernisme Islam di
Indonesia antara lain:
1. Yunus Anis:
Alumnus Al-Irsyad yang dikenal sebagai seorang pemimpin yang
menonjol dari Gerakan Muhammadiyah. Ia mendapat kehormatan dijuluki “tulang
punggung Muhammadiyah” karena pengabdiannya sebagai sekretaris jenderal di
organisasi tersebut selama 25 tahun.
2. Prof. Dr. T.M. Hasby As-Shiddique:
Putera asli Aceh, penulis terkenal dalam masalah hadist,
tafsir, dan fikih Islam moderen. Guru besar di IAIN Yogyakarta ini bahkan
pernah menjabat Rektor Universitas Al-Irsyad di Solo (sekarang sudah tutup)
3. Prof. Kahar Muzakkir:
Berasal dari Yogyakarta. Lulus dari Madrasah Al-Irsyad,
Kahar Muzakkir melanjutkan studinya di Dar al-Ulum di Kairo. Ia sangat aktif
berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dan termasuk penandatangan Piagam Jakarta
22 Juni 1945. Kemudian ia menjadi Rektor Universitas Islam Indonesia di
Yogyakarta.
4. Muhammad Rasjidi:
Menteri Agama Republik Indonesia yang pertama, berasal dari
Yogyakarta. Ia pernah menjadi professor di McGill University di Montreal,
Kanada, dan juga mengajar di Universitas Indonesia, Jakarta. Semasa hidupnya
menulis banyak buku.
5. Prof. Farid Ma’ruf:
Asli Yogyakarta, profesor di IAIN, yang juga salah satu
tokoh besar Muhammadiyah di awal-awal berdirinya. Lulusan Madrasah Al-Irsyad
ini sempat menjabat Direktur Jenderal Urusan Haji di Departemen Agama.
6. Al-Ustadz Umar Hubeis:
Jabatan pertamanya adalah sebagai Direktur Madrasah
Al-Irsyad Surabaya. Di waktu yang bersamaan ia aktif di Masyumi (Majelis Syura
Muslimin Indonesia). Umar Hubeis bahkan pernah menjadi anggota DPR mewakili Masyumi.
Ia juga menjadi professor di Universitas Airlangga, Surabaya. Semasa ia
hidupnya beliau juga menulis beberapa buku, terutama fikih. Yang terkenal
adalah Kitab FATAWA.
7. Said bin Abdullah bin Thalib
al-Hamdani:
Lulusan Al-Irsyad Pekalongan ini sangat menguasai fikih dan
menjadi professor di Fakultas Syariah IAIN Yogyakarta. Ia juga menulis
buku-buku fikih. Di kalangan cendekiawan dan intelektual Islam Indonesia, ia
dijuluki Faqih Al-Irsyadiyin (cendekiawan terkemuka di bidang hokum Islam dari
Al-Irsyad). Sayang kebanyakan bukunya yang umumnya ditulis dalam bahasa Arab,
belum diterjemahkan.
8. Abdurrahman Baswedan:
Pendiri Partai Arab Indonesia (PAI) dan aktifis Masyumi ini
pernah menjadi Wakil Menteri Penerangan RI.
Dalam Muktamar terakhir di Bandung (2000), yang dibuka
Presiden Abdurrahman Wahid di Istana Negara pada 3 Juli 2000, terpilih Ir. H.
Hisyam Thalib sebagai ketua umum baru, menggantikan H. Geys Amar SH yang telah
menjabat posisi itu selama empat periode (1982-2000).
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah memiliki empat organ
aktif yang menggarap segmen anggota masing-masing. Yaitu Wanita Al-Irsyad,
Pemuda Al-Irsyad, Puteri Al-Irsyad, dan Pelajar Al-Irsyad. Peran masing-masing
organisasi yang tengah menuju otonomisasi ini (sesuai amanat Muktamar 2000),
cukup besar bagi bangsa. Pemuda Al-Irsyad misalnya, ikut aktif menumpas
pemberontakan G-30-S PKI bersama komponen bangsa lainnya. Sedang Pelajar
Al-Irsyad termasuk salah satu eksponen 1966 yang ikut aktif melahirkan KAPPI
(Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia).
Di luar empat badan otonom tersebut, Al-Irsyad Al-Islamiyyah
memiliki majelis-majelis, yaitu Majelis Pendidikan & Pengajaran, Majelis
Dakwah, Majelis Sosial dan Ekonomi, Majelis Awqaf dan Yayasan, dan Majelis
Hubungan Luar Negeri. Di luar itu ada pula Lembaga Istisyariyah, yang
beranggotakan tokoh-tokoh senior Al-Irsyad dan kalangan ahli).
D. Kemunduran Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Namun perkembangan Al-Irsyad yang awalnya naik pesat,
kemudian menurun drastic dengan sebab sebagai berikut:
1. Masuknya pasukan pendudukan Jepang
ke Indonesia
2. Meninggalnya Syekh Ahmad Surkati
pada 1943
3. Revolusi fisik sejak 1945
4. Banyak sekolah Al-Irsyad hancur,
diporak-porandakan Belanda karena menjadi markas laskar pejuang kemerdekaan
5. Beberapa gedung milik Al-Irsyad yang
dirampas Belanda A.berpindah tangan, tanpa bisa diambil lagi oleh Al-Irsyad.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Al-Irsyad adalah organisasi Islam
nasional yang mempunyai sifat khusus, yaitu Perhimpunan yang berakidah
Islamiyyah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, di bidang pendidikan,
pengajaran, serta social dan dakwah bertingkat nasional.
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam’iyat al-Islah wal
Irsyad al-Islamiyyah) didirikan pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H) di
Jakarta oleh Syeikh Ahmad Surkati Al-Anshori. Pengakuan hukumnya sendiri baru
dikeluarkan pemerintah Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.
2. Al-Irsyad dikenal sebagai kelompok
pembaharu Islam di Nusantara, mulai membuka sekolah dan cabang-cabang
organisasi di banyak kota di Pulau Jawa. Kemudian diikuti dengan cabang-cabang
Pekalongan, Cirebon, Bumiayu, Surabaya, dan kota-kota lainnya. Al-Irsyad juga
merambah bidang kesehatan, dengan mendirikan beberapa rumah sakit. Yang
terbesar saat ini adalah RSU Al-Irsyad di Surabaya dan RS Siti Khadijah di
Pekalongan.
3. Al-Irsyad telah memainkan peran
penting di berbagai bidang. Lulusan pribumi yang turut berperan penting dalam
modernisme Islam di Indonesia antara lain: Yunus Anis, Prof. Dr. T.M. Hasby As-Shiddique Prof. Kahar
Muzakkir, Muhammad Rasjidi, Prof. Farid Ma’ruf, Al-Ustadz Umar Hubeis, Said bin
Abdullah bin Thalib al-Hamdani, Abdurrahman Baswedan:
Pemuda Al-Irsyad juga ikut aktif menumpas pemberontakan
G-30-S PKI bersama komponen bangsa lainnya. Sedang Pelajar Al-Irsyad termasuk
salah satu eksponen 1966 yang ikut aktif melahirkan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda
dan Pelajar Indonesia), dll.
B. Saran
Makalah ini disusun berdasarkan data-data yang ada.
Tentunya banyak terdapat kesalahan dan kekurangannya, oleh karenanya kami
selaku penyusun memohon kepada pembaca untuk memberi saran dan kritik yang
membangun guna perbaikan penyusunan makalah yang lebih baik lagi. Amin.